Ramadhan, bagaimanakah caramu menyambutnya…?

Posted by Irwan ibnu syam Label: ,


Oleh : Irwan Saputra

بسم الله الرحمن الرحيم

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (Al-Baqarah : 183)

Sungguh tak ada kata yang lebih tepat dari pada ucapan syukur yang sedalam-dalamnya kepada Rabb semesta alam yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk mencium semerbak wanginya bulan suci ramadhan yang hanya tinggal menghitung hari. Tak ada perasaan lain di dalam dada orang-orang beriman kecuali perasaan yang bersatu antara bahagia, sedih, tak sabar dan haru untuk menyambut tamu agung yang telah di nantikan sejak setahun silam. Berbagai macam hal dilakukan untuk mempersiapkan kedatangan ramadhan agar dapat menyambutnya secara optimal, bahkan hal-hal yang tak pernah dikerjakan Rasulullah salallahu’alaihi wasallam dan para sahabatnya, begitu pula para ulama-ulama terdahulu. Sampai-sampai kegiatan yang telah menjadi tradisi tiap tahunya dalam menyambut ramadhan tersebut termasuk dalam katagori kemaksiatan bahkan mencapai level kesyirikan. Semoga Allah ‘azawajalla menjauhkan kita dari yang demikian.

  •   Hal-hal yang tak pernah dilakukan Rasulullah, sahabat dan ulama-ulama ahlussunnah.

Semangat dan antusiasme muslim di seluruh penjuru dunia dalam menyambut ramadhan bermacam-macam dan sungguh meriah. Lain lubuk lain ikan, lain daerah lain pula cara penyambutanya. Namun sangat di sayangkan, kebanyakan hal-hal yang dilakukan tak pernah dikenal di zaman rasul, sahabat, dan ulama-ulama penerusnya, sehingga berbagaimacam amalan-amalan baru (baca:Bid’ah) bermunculan sesuai perkembangan zaman dan daerah masing-masing. Sebagai contoh bid’ah-bid’ah yang masyhur di sekitar kita saat penyambutan bulan suci ramadhan seperti : perayaan pawai, syukuran, punggahan (makan-makan bersama di mesjid setelah sebelumnya membaca yasin bersama), perayaan kembang api dan petasan, berziarah kubur (yang hanya dikhususkan saat menyambut ramadhan), dll.
"Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggalkan kami, dan tidaklah ada seekor burungpun yang mengepakkan sayapnya di udara, melainkan beliau telah mengajarkan ilmu tentangnya kepada kami. 
Selanjutnya Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah tersisa sesuatupun yang dapat mendekatkanmu ke surga dan menjauhkanmu dari neraka, melainkan telah dijelaskan kepadamu." 
[HR at-Thabrâni dan dihasankan oleh al-Albâni]

  •  Tradisi-tradisi maksiat dan kesyirikan
Tak sampai hanya pada hal-hal yang menyelisih sunnah saja, namun tradisi-tradisi yang dilakukan setiap tahunya dalam menyambut ramadhan bahkan juga berupa perkara-perkara maksiat dan kesyirikan. Betapa tidak, saat manusia mulai buta akan ilmu agama dan tak mampu membedakan antara haq dan bathil, terlebih lagi mendapat persetujuan dari ulama-ulama ahlul hawa yang mendukung serta melegalkan tradisi tersebut sebagai ajaran Islam. Bahkan kerap kali tradisi-tradisi kaum kuffar seperti hindu, budha, Kristen dan yahudi menjadi contoh dalam tradisi-tradisi tersebut, dan menambahkan label islami di belakangnya. Sebagai contoh tradisi-tradisi maksiat dan kesyirikan yang terdapat di sekitar kita dalam menyambut ramadhan seperti : Padusan yaitu mensucikan diri dengan mandi beramai-ramai dan bercampur antara pria-wanita di sebuah sungai yang dianggap keramat (dengan niat mensucikan diri dan hati dan mengharap berkah), mendatangi kuburan-kuburan keramat dengan mengharapkan berkah dan keselamatan di bulan ramadhan, puasa sehari atau dua hari sebelum ramadhan, ramainya para grup band membuat lagu-lagu yang bernuansakan ramadhan (dengan tujuan komersial), dll.
"Janganlah kalian melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, sehingga kalian menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah dengan melakukan sedikit rekayasa." 
[HR. Ibnu Batthah dan dihasankan oleh Ibnu Katsîr serta disetujui oleh al-Albâni].

Tentunya bulan suci ramadhan memang patut untuk disambut dengan suka-cita dan berbeda dengan bulan-bulan lainya. Namun begitu, tak seharusnya kita menyelisih sunnah apalagi sampai bermaksiat dan syirik kepada Allah subhanahuata’ala dalam menyambutnya. Lantas, apakah yang harus dilakukan seorang mukmin dalam menyambut ramadhan Mubarak?.



  1. 1.      Berbahagia dan bersyukur
Sudah sepatutnya bagi tiap-tiap mukmin dalam menyambut kedatangan ramadhan yang dipenuhi barokah tersebut dengan perasaan suka-cita, bergembira dan bersyukur. Terlebih lagi atas semua keberkahan yang telah dijanjikan Allah dan rasul-Nya di bulan ramadhan. Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan Ramadhan bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berpuasa didalamnya. Pada bulan itu dibukakan pintu-pintu surga serta ditutup pintu-pintu neraka….” (HR. Ahmad)
Katakanlah dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka dengan itu bergembiralah kalian.” (Yunus: 58)
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.” (Adh-Dhuha:11)

  1. 2.      Berdo’a
Memperbanya berdo’a kepada Allah agar disampaikan pada bulan yang mulia tersebut, memohon kesehatan jasmani dan rohani untuk melewatinya dan berharap agar dapat melewati ramadhan secara optimal dan tidak sia-sia.
Al-Imam Mu'alla bin Fadhl berkata : “Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah selama 6 bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada Allah selama 6 bulan berikutnya agar Dia menerima amal-amal shaleh yang mereka kerjakan..(Latha-iful Ma'arif hal. 174 Ibnu Rajab Al-Hambali)
Dan salah satu doa yang agung yang dipanjatkan rasulullah dan para sahabat sebelum ramadhan, atau tepatnya saat melihat hilal ramadhan yaitu:
“Allah Maha Besar, ya Allah terbitkanlah bulan sabit itu untuk kami dengan aman dan dalam keimanan, dengan penuh keselamatan dan dalam keislaman, dengan taufik agar kami melakukan yang disukai dan diridhai oleh Rabbku dan Rabbmu, yaitu Allah.” (HR. At-Tirmidzi dan Ad-Darimi, dishahihkan oleh Ibnu Hayyan)

  1. 3.      Berniat untuk bersungguh-sungguh untuk memperoleh pahala di bulan ramadhan.
Para salaf terdahulu sangat antusias dan memberikan perhatian yang lebih di dalam bulan yang agung ini, dengan melakukan amalan-amalan shalih seperti: membaca Al-Qur’an, memperbanyak dzikir, dan menahan diri dari perbuatan maksiat.
Rasulullah salallahu’alaihiwasallam bersabda :
“Bersamangatlah atas segala sesuatu yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan janganlah kamu merasa lemah.” (HR.Muslim no.2664)

  1. 4.      Mengilmui setiap hal yang berkaitan dengan ramadhan.
Hal ini adalah salah satu hal utama yang harus dilakukan untuk menyambut ramadhan, agar segala sesuatu yang kita usahakan di bulan barokah tersebut tidaklah kesia-siaan belaka. Rasulullah bersabda:
“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Betapa banyak orang yang beribadah malam, namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya bergadang.” (HR. Imam Ahmad)
“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati, semuanya itu akan di mintai pertanggung jawabanya.” (Al-Isra’ : 36)

  1. 5.      Merujuk pada penguasa muslim dalam menentukan awal ramadhan.
Banyaknya firqah-firqah di dalam umat ini membuat banyak fariasi dalam hal menentukan permulaan dan akhir ramadhan. Tiap-tiap firqah merasa benar atas metode yang ditempuhnya sehingga tidak mau merujuk pada penguasa yang berotoritas, Seperti firqah Naqsabandiyah, An-nazir, Muhammadiyah, dll. Padahal hal tersebut adalah tindakan keliru yang bertentangan dengan pemahaman para ulama ahlussunnah terdahulu dan sekarang. Rasulullah telah bersabda :
“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, berbuka/idul fitri dan waktu berkurban itu di hari kalian berkurban.” (HR.Tirmidzi dari sahabat Abu hurairah)
Imam Tirmidzi rahimahullah berkata : “sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits Abu hurairah tersebut dengan perkataan (mereka), sesungguhnya shaum dan Id itu dilakukan bersama jama’ah (pemerintah muslim) dan mayoritas umat islam.” (Tuhfatul Ahwadzi 2/37)
Al-imam Abul Hasan As-sindi rahimahullah menanggapi hadits diatas : “yang jelas makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini keputusanya bukanlah di tangan individu, dan tidak ada hak bagi mereka untuk melakukanya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan seperti ini dikembalikan kepada pemerintah dan mayoritas umat islam. Maka dari itu jika ada seseorang melihat hilal namun pemerintah menolak persaksianya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat islam. (Ash-Shahihah 2/443)

Demikian sedikit pemaparan tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam menyambut ramadhan. Semoga bermanfaat…

0 komentar:

Posting Komentar